Mitos Belajar Tuntas: Benarkah Remedial Selalu Menjadi Indikator Kegagalan Guru?

Admin/ Oktober 24, 2025/ Berita

Konsep “belajar tuntas” seringkali diartikan secara sempit, yaitu semua siswa harus mencapai nilai minimum yang sama pada upaya pertama. Akibatnya, remedial sering dianggap sebagai stigma, baik bagi siswa yang gagal maupun bagi guru yang dianggap tidak mampu mengajar secara efektif. Inilah Mitos Belajar yang perlu diluruskan, karena remedial adalah bagian alami dan penting dari proses pendidikan yang berpusat pada siswa.

Mitos Belajar bahwa remedial adalah kegagalan guru mengabaikan fakta bahwa setiap siswa memiliki kecepatan, gaya belajar, dan latar belakang pengetahuan yang berbeda. Keberagaman ini wajar. Tujuan utama pendidikan bukanlah menyeragamkan hasil, melainkan memastikan setiap individu mencapai pemahaman pada waktunya. Remedial adalah mekanisme adaptif untuk menjembatani perbedaan tersebut.

Remedial seharusnya dilihat sebagai intervensi yang terpersonalisasi. Ketika seorang siswa gagal, ini adalah sinyal bagi guru untuk mengevaluasi bukan hanya siswa, tetapi juga metode pengajaran yang telah digunakan. Guru yang baik akan memanfaatkan remedial untuk mengidentifikasi kesenjangan spesifik pada pemahaman siswa dan menyesuaikan pendekatannya, bukan sekadar mengulang tes yang sama.

Menguatkan Mitos Belajar bahwa remedial itu buruk dapat menciptakan budaya takut gagal di sekolah. Siswa menjadi enggan mengambil risiko intelektual atau mencoba hal-hal baru karena takut nilai mereka akan turun. Padahal, eksperimen dan kesalahan adalah kunci untuk growth mindset yang mendorong pengembangan diri yang berkelanjutan dan rasa ingin tahu yang tinggi.

Dalam implementasi Kurikulum Merdeka, konsep Mitos Belajar tuntas semakin fleksibel. Remedial bukanlah hukuman, melainkan kesempatan kedua yang didasarkan pada asesmen formatif yang berulang. Fokusnya bergeser dari sekadar nilai menjadi bukti penguasaan kompetensi. Jika siswa akhirnya menguasai materi setelah intervensi remedial, proses tersebut dianggap berhasil.

Memahami Batasan ini sangat penting. Kegagalan guru adalah jika ia tidak menawarkan dukungan, tidak menganalisis akar masalah kesulitan siswa, atau menyerah pada siswa yang memerlukan bantuan ekstra. Selama guru aktif mencari solusi dan memberikan bimbingan tambahan, proses remedial justru menunjukkan komitmen guru terhadap keberhasilan setiap anak didiknya.

Penting bagi sekolah untuk mengubah narasi seputar remedial. Alih-alih menyebutnya sebagai “perbaikan nilai,” istilah seperti “sesi pendalaman materi” atau “bimbingan individu” akan lebih konstruktif. Perubahan bahasa ini membantu menghilangkan stigma negatif yang melekat pada kegiatan remedial, baik di mata siswa maupun orang tua.

Pada akhirnya, remedial adalah bukti nyata bahwa pendidikan adalah perjalanan, bukan perlombaan. Keberhasilan seorang guru diukur dari seberapa banyak siswa yang berhasil ia bantu mencapai tujuan belajar, terlepas dari berapa kali mereka harus mencoba. Menghilangkan Mitos Belajar ini akan membebaskan guru dan siswa untuk fokus pada proses dan pertumbuhan.

Share this Post